Jika anda pernah membaca novel Ahmad Tohari Ronngeng Dukuh Paruk,
salah seorang tokohnya yang bernama Srintil menjadi ronggeng yang tenar
pada sekitar tahun 60an, dan menjadi ronggeng karena memang sudah
ditakdirkan. Srintil adalah penari Ronggeng ,
perempuan penggoda, gerakan tariannya menjurus ke eksploitasi tubuh yang
aduhai. Penari ronggeng dianggap
sebagai perempuan murahan yang mudah diajak kencan untuk melampiaskan
nafsu syahwat sesaat para lelaki hidung belang.
Ronggeng adalah budaya yang hidup di daerah perbatasan jawa tengah dan jawa barat.
Cerita kebobrokan masyarakat dan ronggengnya menjadi latar yang mungkin ada dalam kehidupan kita. Sejarah manusia memang kelam, banyak intrik dan eksploitasi perempuan di berbagai bidang. Memang seolah penguasa saat itu menciptakan situasi yang serba salah bagi penduduk lokal dalam mempertahankan stabilitas hidupnya. Para perempuan merangkap sebagai kuli perkebunan dan partner tidur yang dibayar untuk melayani kebutuhan badani laki-laki di daerah perkebunan. Hal ini terjadi karena kebijakan upah bagi kuli perempuan saat itu 50% dari upah laki-laki. Sementara agar para kuli laki-laki betah menjadi pekerja diperkebunan, didatangkanlah hiburan ronggeng, ciu atau minuman keras, judi dan ketiga kebisaan ini semakin melilit mereka pada jurang kemiskinan karena memaksa mereka berhutang agar bisa saweran dan berjudi.
Proses pembersihan nama baik ronggeng menjadi sebuah seni tari yang calssy tidaklah sesederhana yang kita fikirkan. Dengan melewati sejarah panjang dan kelam, keindahan tariannya disalah arti dan disalahgunakan. Kini tari sunda dalam hal ini jaipongan, ditangan orang yang kreatif dan strategi yang cantik mampu menarik hati banyak kalangan bahkan mampu mendunia.
Ronggeng adalah budaya yang hidup di daerah perbatasan jawa tengah dan jawa barat.
Cerita kebobrokan masyarakat dan ronggengnya menjadi latar yang mungkin ada dalam kehidupan kita. Sejarah manusia memang kelam, banyak intrik dan eksploitasi perempuan di berbagai bidang. Memang seolah penguasa saat itu menciptakan situasi yang serba salah bagi penduduk lokal dalam mempertahankan stabilitas hidupnya. Para perempuan merangkap sebagai kuli perkebunan dan partner tidur yang dibayar untuk melayani kebutuhan badani laki-laki di daerah perkebunan. Hal ini terjadi karena kebijakan upah bagi kuli perempuan saat itu 50% dari upah laki-laki. Sementara agar para kuli laki-laki betah menjadi pekerja diperkebunan, didatangkanlah hiburan ronggeng, ciu atau minuman keras, judi dan ketiga kebisaan ini semakin melilit mereka pada jurang kemiskinan karena memaksa mereka berhutang agar bisa saweran dan berjudi.
Proses pembersihan nama baik ronggeng menjadi sebuah seni tari yang calssy tidaklah sesederhana yang kita fikirkan. Dengan melewati sejarah panjang dan kelam, keindahan tariannya disalah arti dan disalahgunakan. Kini tari sunda dalam hal ini jaipongan, ditangan orang yang kreatif dan strategi yang cantik mampu menarik hati banyak kalangan bahkan mampu mendunia.
Komentar