Saat ini siapa yang tidak kenal dengan Chairul Tanjung?
Setiap hari iklan tentang bukunya si anak singkong menjadi teman kita di depan televisi. Buku terbitan gramedia itu tergolong best seller. Buku ini mengisahkan penggalan perjalanan pahit getir dan jatuh
bangunnya Chairul Tanjung alias CT sebagai pengusaha yang merintis usaha
dari nol tanpa fasilitas dari pemerintah. Buku yang terdiri 384 halaman
ini juga dilengkapi sejumlah foto yang mengisahkan berbagai aktivitas
bisnis maupun kegiatan sosial CT. Termasuk beberapa foto saat CT masih
remaja.
Majalah Forbes, sebuah majalah bisnis dan finansial Amerika Serikat yang didirikan pada 1917 oleh BC Forbes, pada Maret 2012 mengeluarkan daftar 1.226 orang terkaya di dunia. Sebanyak 17 di antaranya adalah orang Indonesia. Nah, nama CT termasuk di antara 17 nama itu. Tepatnya pada urutan 634 orang terkaya di dunia. Kekayaan pribadi CT disebut mencapai dua miliar dolar AS atau setara Rp 18 triliun.
Pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1962 adalah pemilik sekaligus Komisaris Utama Para Group. Bidang bisnisnya yaitu keuangan, properti, dan multimedia. Majalah Warta Ekonomi menganugerahi Chairul Tanjung sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di 2005.
Namun, siapa yang menduga jika pemilik Bank Mega ini ternyata seorang calon dokter gigi. Selepas menuntut ilmu di SMA Boedi Oetomo Jakarta, CT menapaki kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada periode 1980-an. Meski terlahir dari keluarga yang cukup berada, karena perubahan keadaan politik, keluarganya terpaksa menjalani kehidupan seadanya. Dari rumah yang tergolong besar, mereka harus menjualnya, dan menyewa sebuah losmen sempit.
Untuk memenuhi hasrat kuliahnya, CT pun mulai berdagang, dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, dia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman, usaha itu bangkrut.
Walau bangkrut, CT muda malah semakin terpacu, dia melirik bidang kontraktor sebagai sasaran bisnisnya. Meski kurang berhasil, dia merasa mendapat pelajaran banyak hal dari bisnis-bisnis yang pernah ditanganinya. Dari bekal pengetahuan itu, ia memberanikan mendirikan CV pertamanya pada 1984 dan menjadikannya PT pada 1987.
Dari PT bernama Pariarti Shindutama itu, ia berkongsi dengan dua rekannya mendirikan pabrik sepatu. Kepiawaiannya menjaring hubungan bisnis langsung membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160 ribu pasang dari pengusaha Italia. Dari kesuksesan ini, bisnisnya merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah kesuksesan itu, rupanya ia mengalami perbedaan visi dengan kedua rekannya. Maka, ia pun memilih menjalankan sendiri usahanya.
Lompatan besar bermula ketika dia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Sementara, Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.
Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha “dadakan” yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa.
sumber http://economy.okezone.com
Majalah Forbes, sebuah majalah bisnis dan finansial Amerika Serikat yang didirikan pada 1917 oleh BC Forbes, pada Maret 2012 mengeluarkan daftar 1.226 orang terkaya di dunia. Sebanyak 17 di antaranya adalah orang Indonesia. Nah, nama CT termasuk di antara 17 nama itu. Tepatnya pada urutan 634 orang terkaya di dunia. Kekayaan pribadi CT disebut mencapai dua miliar dolar AS atau setara Rp 18 triliun.
Pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1962 adalah pemilik sekaligus Komisaris Utama Para Group. Bidang bisnisnya yaitu keuangan, properti, dan multimedia. Majalah Warta Ekonomi menganugerahi Chairul Tanjung sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di 2005.
Namun, siapa yang menduga jika pemilik Bank Mega ini ternyata seorang calon dokter gigi. Selepas menuntut ilmu di SMA Boedi Oetomo Jakarta, CT menapaki kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada periode 1980-an. Meski terlahir dari keluarga yang cukup berada, karena perubahan keadaan politik, keluarganya terpaksa menjalani kehidupan seadanya. Dari rumah yang tergolong besar, mereka harus menjualnya, dan menyewa sebuah losmen sempit.
Untuk memenuhi hasrat kuliahnya, CT pun mulai berdagang, dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, dia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman, usaha itu bangkrut.
Walau bangkrut, CT muda malah semakin terpacu, dia melirik bidang kontraktor sebagai sasaran bisnisnya. Meski kurang berhasil, dia merasa mendapat pelajaran banyak hal dari bisnis-bisnis yang pernah ditanganinya. Dari bekal pengetahuan itu, ia memberanikan mendirikan CV pertamanya pada 1984 dan menjadikannya PT pada 1987.
Dari PT bernama Pariarti Shindutama itu, ia berkongsi dengan dua rekannya mendirikan pabrik sepatu. Kepiawaiannya menjaring hubungan bisnis langsung membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160 ribu pasang dari pengusaha Italia. Dari kesuksesan ini, bisnisnya merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah kesuksesan itu, rupanya ia mengalami perbedaan visi dengan kedua rekannya. Maka, ia pun memilih menjalankan sendiri usahanya.
Lompatan besar bermula ketika dia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Sementara, Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.
Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha “dadakan” yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa.
sumber http://economy.okezone.com
Komentar